MOJOKERTO – Banyak sekolah di kawasan Utara Brantas yang sulit diakses. Ditambah lagi bangunan dan sarana jalan yang buruk. Selain itu, siswa harus berjalan kaki atau naik sepeda berkilo-kilometer dengan kondisi jalan yang buruk.
Rifki, 10, bocah asal Desa Gunungsari, Kecamatan Dawarblandong, misalnya. Untuk mencapai sekolah, dia setiap hari menempuh jarak lebih dari 10 kilometer.
Rumah Rifki berada di dalam kawasan hutan produksi milik Perhutani di Desa Gunungsari. Kendati demikian, lokasi sekolah itu berada kurang lebih 5 kilometer dari rumahnya.
Setiap hari dia bersama teman sejawatnya menyusuri jalan 5 kilometer tersebut dengan sepeda angin. Tetapi, hari itu Rifki menuntun sepedanya. ’’Ini mau pulang. Sepedanya tidak bisa dinaiki. Soalnya jalan rusak. Bahaya,’’ katanya bersama Udin yang ditemui di jalan.
Kondisi jalan yang dilintasi Rifki tersebut rusak berat. Terlihat aspal yang terkelupas dan penuh lubang. Hal itu sudah berlangsung bertahun-tahun. Jalan tersebut diaspal sekitar 15 tahun silam. Sampai kini, belum pernah ada perbaikan.
Sementara itu, topografi kawasan tersebut berupa bukit-bukit. Hal itu tak pelak membuat kondisi jalan naik turun tersebut harus dilahap Rifki setiap pagi. Tak jarang, apabila musim penghujan, kondisi jalan itu cukup berat. Selain lubang jalan, kondisi aspal yang terkelupas tersebut membuat tanah itu menjadi lumpur.
Rumah dan sekolah memang tergabung dalam satu desa, Desa Gunungsari. Hanya, Rifki berada di Dusun Sumberdadi yang jaraknya 5 kilometer. Tidak kurang dari sejam dia mengayuh sepeda dengan menuntun sepeda itu agar bisa sampai ke sekolah. ’’Berangkat sekolah pukul 05.00,’’ kata bocah berkulit sawo matang itu. (yr/JPNN/c22/bh) [JPNN.COM]
________________________________________________________